Thursday, January 26, 2012

Thriatlon Blo'on

Selama ini baru ngerasain kalau skema perjalanan gue bolak-balik dari rumah ke kost di Surabaya udah kayak 'thriatlon', semacam pertandingan olahraga yang menggabungkan 3 jenis olahraga kedalam satu event. Pertama kali para kontestan harus melewati tahap pertama yaitu renang, kemudian bersepeda dan di penghujung akhir kontestan harus berlari melewati garis finish. Sama kayak skema rutinitas dari pulang pergi gue. Ada banyak sekali kejadian unik dari thriatlon yang gue jalani ini. mulai dari pedagang asongan di kereta, ban bocor waktu nganter, dan banyak deh..


# Tahap Pertama (Sepeda Motor) #
Pertama kali gue harus berangkat menuju stasiun kereta yang jaraknya sekitar 8-9 km dari rumah dan biasanya diantar oleh saudara gue pake motor. Waktu itu gue diantar tapi sering banget gue yang bonceng (pengin dapet enak malah dapet yang nggak enak). Dan biasanya gue berangkat jam setengah 5 pagi sehabis subuh supaya nggak ketinggalan kereta yang berangkat pukul 5 kurang. Pagi-pagi dan selalu nggak pernah mandi, gue kemudian berangkat. Pernah waktu itu sewaktu perjalanan menuju stasiun, motor shogun kebo modifan dengan suara knalpot kayak suara kuntilanak yang lari kebirit-birit abis dibacain do'a makan yang gue tumpangin bareng temen gue sempat kehabisan bensin. Dan suara knalpotnya makin lama makin menjadi-jadi.
"Eh, bensinnya mau abis nih!", seru Jon.
"Beneran, gue nggak liat tuh?", gue nggak percaya sambil menatap stang motor nyari indikator bensin di speedometer.
Memang betul sepeda motor modifan warna hitam dengan gaya alay yang kami tumpangin benar-benar nggak ada speedometernya. Si Jon sempat bilang kalau speedometernya sengaja dicopot karena motornya dijadikan motor drag. Tapi anehnya Jon sendiri nggak pernah ikut lomba drag, baik yang ilegal dan legal.
“Dengerin aja suara knalpotnya. Beda banget kan sama yang tadi?” tambah Jon sambil menempeleng helm gue.
Suara knalpot yang tadinya kayak kuntilanak sekarang berubah seperti kuntilanak yang habis lari muterin GBK 6 kali dan rada ngos-ngosan. Sedikit-sedikit mengeluarkan bunyi jeda kayak orang lagi kentutnya setengah-setengah dan terkesan di irit-iritin (kentut, jeda, kentut, jeda, kentut, dst). Berarti betul, sepedanya mau mogok kehabisan bensin. Dan untungnya lokasi gue deket 200 meter dari SPBU.
“Oke, kita mampir ke POM bensin dulu.” Gue langsung banting setir kekiri menuju SPBU tadi.
Waktu itu sedang sepi-sepinya dan nggak ada orang sama sekali di SPBU kecuali mbak-mbak yang jaga. Gue kemudian nyamperin mbak yang jaga dan kebetulan mbak tadi cakep banget.
“Mbak, isi goceng!” Seru gue.
“Baik, dari nol ya?!” Kata mbak-mbak SPBU sambil pencet-pencet tombol mesin pengisi BBM.
“Ah, bisa aja mbak ini. Saya barusan dari rumah mbak! Bukan dari nol!” Canda gue.
“Emang urusan lo?” Mbaknya sewot.
JLEB! Canda gue gagal. Keadaan hening dan sebelum balik lagi ke stasiun gue cuma bisa bengong sambil ngasih duit goceng ke mbak tadi dan berharap gue gak bakal ketemu mukanya mbak tadi seumur hidup. Sesampainya di stasiun, tak lupa gue ngasi salam perpisahan sama si Jon sambil diiringi lagu ‘Berhenti Berharap’ Sheila on 7 (Lebay :P).

# Tahap Kedua (Kereta Api) #
Secepat kilat bagaikan anjing yang sedang ngeliat tulang, gue langsung antri menuju loket ekonomi yang antriannya berjibun kayak orang-orang yang antri sembako. Beda banget dengan loket bisnis dan eksekutif yang selalu sepi. Lambat laun antrian mulai berjalan dan lama kemudian gue sudah berada didepan kaca loket. Kebetulan yang jaga juga mbak-mbak dan cakep pula. Aduh, dosa apa gue sampe harus berhadapan dengan dua mbak-mbak cakep di SPBU dan di stasiun?
“Mbak, kereta jurusan hati ada nggak mbak?” Canda gue.
“Maaf mas! Bukan waktunya nge-gombal.” Sahut mbaknya datar dan menunjukkan muka tanpa ekspresi.
JLEB 2X! Keadaan hening. Pengin banget muka gue ini gue lempar kelaut.
“Kalau kereta ke surabaya ada nggak mbak?” Gue mulai serius.
“Ada, semuanya 3500 rupiah.” Kata mbaknya sambil pasang muka rata.
“Makasih mbak!” Gue langsung mengambil kembalian dan lari terbirit-birit kayak dikejar bencong pertigaan jalan menuju peron stasiun.
Lima menit berlalu kereta api jurusan Surabaya pun muncul. Gue bergegas masuk dan mencari tempat duduk. Perlu diingat, setiap pagi kereta jurusan arah Suarabaya selalu padat. Bukan padat lagi tapi sangat-sangat padat! Suasananya chaos dan benar-benar kayak lomba 17 agustus yaitu rebutan kursi. Dimana pesertanya ada 5 orang, kursinya Cuma 3-4 dan siapa yang dapat tempat duduk, dialah pemenangnya. Hanya saja keadaan gue yang ini beda versi. Sampai-sampai 1 kursi bisa diperebutkan oleh 10 orang. Dan yang berdiri (kalah) jika sangat beruntung bakal siap-siap mengalami kecopetan. Sialnya gue waktu itu kalah cepat. Gue bener-bener terhimpit oleh lautan manusia dan hampir nggak bisa gerak. Dan apesnya lagi gue dapat daerah dipojokan dekat toilet yang baunya bener-bener bikin hidung gue mengalami kanker bulu hidung. Gue memberanikan diri noleh kedalam toilet yang suram tersebut sambil mencari-cari asal bau tadi. Ternyata diluar dugaan! Tai’ menggunung menjuntai-juntai yang belom disiram seakan-akan melambai-lambai ke gue. Gila! Ini makhluk apa yang boker sampe over menggunung sepanjang 15 cm begini? Belom disiram pula? Perjalanan satu jam penuh kelabu dan bau gue habiskan di dalam kereta yang benar-benar overcrowded.
Satu jam berlalu dan sampailah gue di stasiun Gubeng, Surabaya. Setibanya disana, secepat kilat gue langsung berlari menuju peron dan sesegera mungkin bernafas mengambil udara segar karena habis kelabakan oleh bau tai’ gorilla di kereta.

# Tahap Ketiga (Becak) #
Sebelum gue naik becak menuju kost-kostan, Gue sempet berpikir. Tadi gue ketemu dua mbak-mbak jutek, apakah pada tahap ketiga ini gue akan nemuin mbak jutek lagi? Ah, nggak mungkin! Mana ada mbak-mbak lagi narik becak? Gue mungkin setengah percaya kalau hal itu terjadi di Thailand. Soalnya bencong disana benar-benar KW Super! Alias nggak kelihatan sama sekali sisi kebapak-bapakannya. Betul-betul kayak cewek tulen. Kalau di Indonesia menurut gue masih KW 5 alias bajakan dan sangat mencolok sisi cowoknya.
Ketika gue berjalan menuju gerbang, yang gue lihat hanyalah tukang ojek dan juga angkutan umum yang mangkal. Waktu itu becaknya lagi nggak ada dan hanya ada satu. Dan gue sempet shock setengah mati (dan jangan sampai mengalami hal tersebut 2X, tahu sendiri akibatnya). Ada cewek cakep banget sedang duduk-duduk di becak tadi. Dan nggak ada sama sekali bapak-bapak yang nungguin becak tersebut. Apakah mbak tersebut sedang narik becak? Pertanyaan itu sempet bikin otak gue pendarahan. Sebenarnya niat gue mau naik ojek. Tapi kalau hal tersebut gue lakuin, gue ntar di kost bakal makan nggak pake minum mengingat duit gue yang tipis. Waktu itu harga ojek 10.000 rupiah, kalau becak mungkin bisa dinego sampai 5000 rupiah. Gue akhirnya memberanikan diri buat tanya ke mbak yang lagi duduk di becak tersebut.
“Mbak, becak mbak!” Teriak gue.
“Idih.. Sorry ya, gue bukan tukang becak. gue cuman disuruh jagain becak sama bapaknya yang lagi pipis.” Mbaknya sewot pasang muka jutek sambil buang muka.
JLEB 3X! Bonus combo JLEB 2X! Gue diem dan berharap sesegera mungkin ada orang mabok naik xenia ngebut nabrak mbak yang duduk di becak tersebut.
“Bapaknya pergi udah lama ya mbak?” Tanya gue.
“Tauk tuh!” Jawab mbaknya sambil sibuk pencet-pencet hape.
Gue akhirnya diem dan menunggu datangnya tukang becak yang lagi kebelet pipis. 10 menit kemudian datanglah seorang bapak memakai kaos partai dan topi safari lawas berwarna hitam.
“Terima kasih mbak, sudah ditungguin becak saya.” Kata bapak penarik becak ramah.
Tanpa mengucapkan sepatah kata mbak tadi langsung pergi menjauh meninggalkan kita berdua (kok jadi terkesan kayak homo ya?). Gue akhirnya nego harga ke bapaknya sampai akhirnya mentok sampai 6000. Terpaksa gue turutin daripada gue naik ojek dan habis ceban, mendingan habis enam rebu.
Ditengah-tengah perjalanan, gue sempet ngobrol sama bapak tukang becak.
“Pak, tadi kok pipisnya lama amat? Sampai mbak tadi jutek?” Tanya gue.
“Oh, itu? Tadi saya sempet debat sama penjaga toilet soalnya saya nggak punya duit receh.”
“Terus, bapak bayarnya pake apa?”
“Kan Kalo kencing harganya seribu, saya cuma punya lima ribu. Kebetulan juga yang punya toilet nggak ada duit receh dan nggak mau ninggal duit, harus bayar. Terpaksa bapak ngasih goceng.”
“Lha terus kembaliannya gimana pak?”
“Makanya sampean negonya saya stop maksimal enam ribu. Saya dapat lima rebu dan nggak rugi seribu. buat bayar toilet.” Jawab tukang becak enteng.
JLEB 6X! Ternyata selama ini gue naik becak yang salah. Seharusnya posisi gue sekarang sama kayak mbak yang nungguin becak tadi. Ikut jutek sepanjang perjalanan. Suasana hening hingga sampai didepan kost gue. Pas habis turun, gue kasih 6000 dan kemudian tukang becak itu pergi. Gue pun membuka pintu gerbang kost gue sambil diiringi lagunya Queen, We are the Champion (Lebay lagi :P). Bener-bener kayak seorang peserta lomba Triathlon yang baru saja memasuki garis finish dan mendapat peringkat pertama dari belakang.

No comments:

Post a Comment